Cuplikan-cuplikan mengenai informasi sekilas Pra GPIB :
Menurut catatan ilmuwan Mesir yang hidup pada abad XII, Syekh Abu Salih al Armini, pada abad ke VII di kota Fansur (diprkirakan adalah kota pelabuhan Barus di pantai Barat pulau Sumatera ) yang dikenal sebagai penghasil kapur barus, telah ada komunitas Kristen yang disebarkan oleh gereja Kristen Nestorian Siria. Selanjutnya tidak ada informasi mengenai keberadaan gereja ini.
Keberadaan komunitas Kristen di Nusantara (Hindia Timur) juga telah ada di pada abad VII (di Kedah), dan pada abad XV (di Malaka). Agama Kristen Katolik disebarkan oleh pedagang bangsa Portugis dan Spanyol.
Pada abad XVI bangsa Eropah diawali oleh bangsa Portugis dan Spanyol menjelajah dunia untuk mencari kekayaan, menanamkan kekuasaan dan menyebar agama Katolik. Bangsa Potugis mencari emas di Afrika dan rempah-rempah dari Kepulauan rempah-rempah di Nusantara / Hindia Timur. Bangsa Spanyol mengarungi lautan ke arah Barat sampai ke Amerika dan lanjut melintasi samudra sampai ke Filipina.
Rempah-rempah (cengkih, pala, kayu cendana, lada) yang berasal dari Nusantara sangat dibutuhkan oleh bangsa Eropah untuk penyedap makanan, kosmetik, obat2-an dll..
Sebelum bangsa asing datang ke Nusantara (Portugis di Malaka pada tahun 1511 dan Belanda di Banten tahun 1596), Maluku sebagai penghasil cengkih dan pala telah didatangi oleh pedagang Jawa, Cina, Arab dan Timur Tengah. Maluku juga termasuk dalam jaringan perdagangan di Nusantara. Perdagangan rempah-rempah dilakukan melalui jalur maritim dari Bandar di Ternate, Hitu/Ambon dan pedagang Muslim dari Tuban, Gresik di Jawa. Kemudian dibawa ke jalur perdagangan internasional melalui Malaka seterusnya ke Ceylon, Gujarat/India, Persia, Afrika Timur, Arab, laut Merah kemudian melalui Mesir sampai ke Laut Mediterania, Siria, Venesia dan dilanjutkan sampai ke wilayah Eropah lainnya.
Informasi jalur pelayaran ke India/Nusantara diperoleh pelaut Portugis dari pedagang China, Arab. Armada China pernah sampai ke Eropah melalui Tanjung Harapan. Teknologi maritim pada waktu itu juga berkembang pesat dengan ditemukannya alat navigasi dan perkembangan teknologi pembuatan kapal.
Armada kapal Portugis yang mengangkut Pedagang, tentara dan misionaris Katolik mengarungi samudra yang luas dan ganas tiba di Tanjung Harapan , Goa/India sampai di Malaka pada tahun 1511. Selanjutnya kapal-kapal Portugis berusaha menemukan jalan ke Kepulauan Rempah-rempah melalui sepanjang pantai Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores sampai ke Banda dan Ambon dan Ternate. Bangsa Portugis berusaha mengambil alih perdagangan rempah-rempah dari tangan pedagang lokal dan pedagang Gujarat, Arab sekaligus melakukan missi 'mencari jiwa' (menyebarkan agama Katolik).
Pedagang Portugis berhasil mendekati penguasa, penduduk Ternate, Halmahera dan juga Ambon, Banda, Nusa Tenggara dan sekitarnya. Kegiatan missi Katolik dilakukan di daerah itu yang penduduknya telah menganut agama Islam yang disebar oleh mubaligh dari Jawa (Sunan Giri). Untuk memperkuat kedudukan mereka, tentara dan pedagang Portugis mendirikaan benteng - benteng pertahanan.
Pememeliharaan kerohanian tentara dan pedagang Portugis dilakukan oleh iman Katolik yang tinggal di benteng. Penyiaran agama Kristen Katolik pertama kali dilakukan oleh pedagang Portugis di desa Mamuya Halmahera Utara pada tahun 1534.
Selama hampir satu abad (1511 - 1605) Portugis menjalin hubungan dagang dengan penguasa/pedagang di Maluku.
Bangsa Inggris dan Belanda juga mencari jalan ke Nusantara pada akhir abad 16.
Sementara itu bangsa Spanyol yang mencari jalan melalui Amerika Selatan mengarungi Samudra Pasifik juga tiba di Filipina pada tahun 1522.
Pada tahun 1619 kantor pusat VOC pindah ke Batavia.
Pada masa VOC (1602-1799) gereja yang dibentuk orang Belanda diurus oleh Gereja Gereformeerd atau Gereja Reformasi yang berpusat di Belanda. Dalam kegiatannya gereja ini diatur dan dibiayai oleh VOC / negara, sesuai dengan Pengakuan Iman Gereja Reformasi yang mengharuskan Pemerintah mendampingi gereja. Hal ini diberlakukan juga bagi pelayanan gereja di daerah yang dikuasai Belanda.
Setelah Revolusi Perancis, Belanda menjadi jajahan Prancis yang membentuk Bataafsche Republik. Keadaaan perekonomian yang merosot dan korupsi yang merajalela menyebabkan bangkrutnya VOC dan dibubarkan pada tahun 1799. Keberadaan gereja pun mengalami kemunduran dan kesengsaraan.
Wilayah Nusantara dikuasai Perancis sampai 1811 kemudian Inggris (1811 - 1816) dan kembali lagi pada kerajaan Belanda. Terjadi perkembangan baru, Gubernur Jendral Daendels mengizinkan Lembaga Zending dan misionaris Katolik melakukan kegiatan di daerah Hindia Belanda.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda (abad 19 dan paruh pertama abad 20), Indische Kerk yang diatur dan dibiayai oleh Pemerintah ini melanjutkan pelayanan bagi jemaat-jemaat yang diwarisi VOC (Abad 17 dan 18) dan wilayah dimana VOC melakukan aktifitas dagangnya (Jakarta, Semarang, Makassar, Padang). Jemaat Indische Kerk umumnya berada di kota-kota dan ditandai dengan berdirinya gedung-gedung gereja.
Kemudian sejalan dengan perkembangan yang muncul dalam kehidupan PKNI yaitu keinginan untuk mandiri dan melepaskan dari negara dan situasi dunia dengan lahirnya aliran Renaisance, aliran Pietisme di daratan Eropah serta pembicaraan yang berkembang di Volksraad, maka ada usaha untuk mengadakan pemisahan antara gereja dan negara. Maksudnya agar gereja dimungkinkan untuk mengurus dirinya sendiri secara administrasi dan keuangan.
Dipersiapkan juga upaya untuk membentuk gereja bagian mandiri di wilayah bagian barat Indonesia.
0 Komentar