Buku I : PEMAHAMAN IMAN GPIB 2021





PENGANTAR PEMAHAMAN IMAN GPIB 

 “Presensia Gereja yang Merayakan Keselamatan Allah Tritunggal  dalam Karya Bersama Seluruh Ciptaan” 


Pemahaman iman adalah pernyataan dari sudut pandang iman untuk menjawab tantangan yang dihadapi GPIB di masa kini. Pemahaman Iman GPIB dirumuskan dan disusun, pertama-tama dipahami sebagai respon terhadap penyataan diri Allah, yang diekspresikan lewat tanggung jawab untuk setia dan taat kepada Allah di tengah-tengah dunia. Kedua, Pemahaman Iman GPIB adalah pengakuan (Confession) yang menjawab beberapa persoalan yang sedang dihadapi GPIB pada masa kini yang sifatnya kontekstualisasi terhadap Alkitab dan Pengakuan Iman (Credo). Walaupun Pemahaman Iman GPIB memang berbeda dengan Pengakuan Iman, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan. Atas dasar itu, Alkitab dan Pengakuan Iman adalah sumber utama dalam penyusunan Pemahaman Iman.  


Dari sumber utama itu, GPIB menghisabkan dirinya pada gereja universal, yang mengakar pada tradisi ajaran para Rasul Tuhan Yesus. Sebagai bagian dari gereja universal, GPIB melekat pada identitasnya dalam kerangka Trinitarian, yaitu Umat Allah, Tubuh Kristus, dan Bait Roh Kudus. Dengan identitas ini maka melekat juga sifat gereja universal pada diri GPIB, yaitu sebagai gereja yang esa, kudus, am, dan rasuli. Semua identitas ini diakui dan diterima oleh GPIB tanpa mengabaikan keunikan dan konteks partikularnya yang menyejarah.  


GPIB merefleksikan jati dirinya di bawah terang Firman Tuhan, Lukas 13:29, sebagai logo GPIB, yang diketahui sudah digunakan secara formal di GPIB sejak tahun 1953, yang menyatakan, “Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah.” Nas ini menunjuk pada keberagaman yang ada di dalam GPIB di mana warganya terdiri dari berbagai identitas primordial dan sosial, yang juga menunjuk pada ruang kehadiran GPIB di tengah tengah bangsa dan negara Indonesia yang multikultural. Keberagaman atau multikultural tersebut dimaknai dengan empat arah mata angin yang menjadi asal tempat di mana Allah memanggil mereka untuk menjadi umat-Nya. Status umat Allah kemudian bertambah dengan status gereja sebagai Tubuh Kristus dan Bait Roh Kudus. Mereka ini yang nantinya akan menerima janji-Nya untuk duduk dalam perjamuan Mesianik di akhir zaman.  


Di tahun 1960 GPIB tidak lagi hanya melihat pada dirinya, tapi melihat pada Allah yang senantiasa bekerja atas dunia (missio Dei). Dengan penerimaan terhadap missio Dei itu, GPIB menyatakan diri sebagai gereja misioner yang mengaku bahwa hakikat dari dirinya adalah missio Dei, berasal dari karya Allah, dan kehadirannya di dunia untuk missio Dei, terlibat dalam karya Allah atas dunia. Dengan pandangan dan pengakuan ini, GPIB tidak lagi melihat gereja sebagai mereka yang semata-mata akan duduk di perjamuan mesianik, melainkan mereka yang di luar gereja pun dapat duduk di perjamuan Tuhan oleh karena rahmat Allah.  


Berkembangnya pemahaman terhadap nas ini telah merangkai tiga identitas GPIB secara bersamaan, yaitu gereja yang multikultural dengan ke-Indonesiannya (identitas alamiah) & sebagai bagian dari gereja universal –Umat Allah, Tubuh Kristus, & Bait Roh Kudus- (identitas teologis), yang diutus untuk terlibat dalam 21 pekerjaan Allah di tengah-tengah dunia (identitas misional). Keempat arah mata angin adalah cerminan dari keberagaman yang menjadi identitas alamiah GPIB, sekaligus metafora dunia dengan keberagamannya yang menjadi ruang Allah berkarya, di mana gereja pun diutus untuk terlibat dalam karya-Nya di ruang tersebut. Perjamuan di Lukas 13 : 29 ini adalah metafora dari pemenuhan Kerajaan Allah/Kerajaan Mesianik di mana mereka yang hadir adalah mereka yang diundang-Nya atau yang menerima anugerahNya, dan gereja adalah persekutuan orang percaya yang bergerak menuju pada masa depan tersebut. Selain itu, gambaran tentang suasana Perjamuan Mesianik dalam frasa “duduk makan” menginspirasi gereja dan setiap mereka yang menerima rahmat-Nya untuk mengupayakan nilai-nilai Mesianik seperti cinta kasih, kesetaraan, pembebasan, keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan sebagai tanda-tanda Kerajaan Allah, dalam konteks kekinian.  


Dengan refleksi terhadap Lukas 13:29, GPIB merekam pertumbuhan teologi dan identitasnya yang menyejarah sebagai bagian dari gereja universal yang secara partikular mewujud pada gereja yang multikultural yang berkarya di Indonesia, serta mengaktualisasi dirinya dalam gereja misioner yang bergerak menuju Perjamuan Mesianik. Teologi yang menjadi identitas GPIB ini yang kemudian dikenal dengan istilah Eklesiologi Perjamuan, yang dalam sejarahnya telah menjadi jiwa dari berdirinya perangkat-perangkat teologi GPIB. Inilah tradisi historis teologi GPIB secara partikular yang menjadi referensi kedua dalam perumusan Pemahaman Iman.  


Titik pusat Pemahaman Iman GPIB terletak pada karya Keselamatan Allah Tritunggal bagi seluruh ciptaan-Nya. Allah Tritunggal adalah Allah yang hidup yang berkarya dan bertindak untuk menyelamatkan dalam sejarah kehidupan manusia dan ciptaanNya. Karya keselamatan Allah berlangsung dalam ruang dan waktu 22 kehidupan, baik pada masa lalu, masa kini dan masa depan, termasuk dalam keadaan yang normal maupun dalam situasi yang tidak terjangkau oleh pikiran manusia. Karya keselamatan Allah itulah yang termaktub dalam pokok pertama Pemahaman Iman GPIB, yakni pokok Keselamatan.  


Keselamatan merupakan karya Allah Tritunggal yang sangat sentral, dimulai dari penciptaan sampai akhir zaman. Karya itu terus berlangsung dan tidak pernah berhenti kendatipun manusia telah jatuh dalam dosa dan mengakibatkan seluruh ciptaan mengalami kerusakan. Allah Tritunggal ialah ketiga Pribadi yang Esa, Bapa, Yesus Kristus, Roh Kudus, yang tidak terpisahkan dalam karya-Nya dan terus menyelamatkan sampai pada akhir zaman. Penyelamatan yang dilakukan membuahkan Umat Israel dalam Perjanjian Lama, dan Gereja dalam Perjanjian Baru. Keduanya dihadirkan untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah bagi dunia. Puncak dari karya keselamatan itu terwujud melalui kehadiran Yesus Kristus yang diutus Bapa dan dikandung oleh Roh Kudus ke dunia ini untuk melayani, menderita, mati, bangkit, dan naik ke surga demi menyelamatkan dunia dan menjamin keselamatan orang percaya sehingga menghasilkan pemulihan relasi Allah-Manusia, dan manusia dengan sesama ciptaan-Nya. Karya keselamatan itu terus diperingati dan dirayakan melalui Sakramen Baptisan dan Perjamuan, dan melalui ibadah ritual dan aktual. Tindakan keselamatan Allah Tritunggal itu terbuka bagi seluruh umat manusia dan sesama ciptaan. Tindakan tersebut juga terbuka bagi segala bangsa yang bergumul dan berjuang untuk memiliki kemerdekaan yang hakiki. Karya keselamatan itu terus berlangsung melalui perantaraan Roh Kudus yang menghidupkan dan menuntun ciptaanNya kendati berada di dalam situasi yang tak terkatakan. 


Buah dari tindakan Allah Tritunggal yang menyelamatkan adalah Gereja. Gereja merupakan persekutuan orang-orang yang dipanggil Allah keluar dari kegelapan dosa kepada terang-Nya yang ajaib. Gereja menjadi alat yang terhisab dalam karya keselamatanNya bagi dunia dan merayakannya bersama seluruh ciptaan. Sasaran Allah Tritungal adalah menyelamatkan dunia bukan hanya menyelamatkan gereja. Oleh karena itu kehadiran gereja di dunia bukan saja merayakan keselamatan Allah bagi dirinya, tetapi bersama dengan dunia merayakan karya keselamatan itu melalui karya nyata yang menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah.  


Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dengan tujuan agar keserupaan itu ditunjukan dalam semua konteks kehidupan. Gambar dan rupa Allah itu melekat pada diri manusia, yakni menjadi manusia yang mewarisi sifat-sifat dan karakteristik Allah yang penuh kebijaksanaan, kasih, dan keadilan; menjadi manusia yang relasional karena Allah Tritunggal bersifat relasional; menjadi manusia yang fungsional untuk tujuan menghadirkan karyakarya Allah bersama seluruh ciptaan. Melalui hal itu, manusia diberikan kemampuan untuk membangun relasi secara positif dengan sesamanya demi kebersamaan dan kesejahteraan seluruh ciptaan Allah. Relasi positif inilah yang merupakan karya nyata manusia bersama seluruh ciptaan Allah, sebagai sebuah persekutuan yang merayakan keselamatan-Nya.  


Sumber daya yang diciptakan Allah dan bentukan manusia ada untuk memancarkan kemuliaan Allah. Apa yang Allah ciptakan adalah baik adanya, sehingga manusia sebagai bagian dari karya ciptaan Allah turut membentuk sumber daya yang memiliki tujuan untuk kebaikan. Dalam hal itulah, gereja terpanggil untuk memahami, memaknai, mengembangkan dan memelihara sumber daya tersebut bagi kebaikan seluruh ciptaan, sehingga dosa yang telah membuat manusia gagal memanfaatkannya secara sewenangwenang, dapat direstorasi oleh tuntunan Roh Kudus.  Dengan demikian, relasi yang rusak akibat manusia yang eksploitatif terhadap seluruh ciptaan perlu mewujudkan kembali pemulihan sumber daya yang ada, sehingga seluruh ciptaan mengalami karya keselamatan dan merayakannya.  


Bangsa dan negara dikehendaki Allah hadir menjadi wadah kebersamaan dengan tujuan untuk kebaikan dan kesejateraan manusia dan sesama ciptaan-Nya. Manusia menjawab kehendak itu dengan berkumpul dan membentuk bangsa dan salah satunya adalah bangsa Indonesia. Untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, Allah mengaruniakan Pancasila sebagai ideologi sekaligus kode etik untuk kelangsungan hidup bersama. Pancasila adalah salah satu tindakan intervensi Allah yang patut disyukuri dan diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Nilai-nilai dalam Pancasila memancarkan nilai-nilai kristiani yang sangat Alkitabiah. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam perbuatan-perbuatan yang nyata sama dengan merayakan karya keselamatan Allah bagi Indonesia sebagai ibadah aktual. Allah juga hadir melalui perantaraan Roh Kudus untuk berperan serta membimbing penatalaksanaan pemerintahan yang baik, bersih, dan konstitusional serta memperkuat masyarakat yang adil dan beradab. Oleh karena itu, sebagai warga gereja dan warga negara, gereja turut hadir mendukung dalam doa sekaligus menyuarakan suara kenabiannya kepada pemerintah. 


 Karya keselamatan Allah Tritunggal membawa manusia dan seluruh ciptaan dalam pengharapan untuk berjalan menyongsong masa depan. Sejak penciptaan masa depan telah dimulai oleh Allah, ketika mencipta dan menata keadaan yang “kacau” menjadi baik. Di samping itu, Allah menciptakan ruang dan waktu serta membimbing  orang percaya dan seluruh ciptaan memasuki tiga dimensi waktu, masa lalu, masa kini dan masa depan. Kendatipun pengaruh dosa mengakibatkan seluruh ciptaan mengalami ancaman kehidupan yang suram bagi masa depan yang penuh harapan, tetapi kehadiran Yesus Kristus dalam seluruh karya-Nya memberikan jaminan masa depan bagi seluruh ciptaan. Yesus Kristus adalah masa depan yang akan menghadirkan langit baru dan bumi baru. Ia adalah pusat ibadah dan harapan bagi seluruh ciptaan. Bersama dan melalui Roh Kudus, setiap orang percaya dan seluruh ciptaan dapat berpaut dalam pengharapan kepada Kristus. Roh Kudus turut membimbing gereja menghadirkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan sebagai masa depan yang akan Allah penuhi di dalam langit baru dan bumi baru. 


Firman Allah adalah pokok terakhir dalam pemahaman iman GPIB yang dipahami sebagai kunci pembuka dari satu lingkaran mata rantai untuk melihat pokok pertama sampai dengan pokok yang keenam. Firman Allah menunjuk pada pribadi kedua Allah Tritunggal yang berada dalam kekekalan dan berkarya melalui penciptaan dan sampai akhir zaman. Firman Allah inilah yang merupakan misteri keselamatan Allah yang tersingkap melalui inkarnasi. Firman itu secara konkret dinyatakan dalam pribadi Yesus Kristus dari Nazaret, yang dalam kuasa Roh Kudus, Firman itu dipersaksikan dalam Alkitab. Alkitab mempersaksikan bahwa Firman itu menyatakan pengharapan dan pemenuhan janji Allah yang menyelamatkan, agar keselamatan dinyatakan bagi semua makhluk dan seluruh ciptaan-Nya serta dirayakan bersama-sama.  


Oleh karena itu, melalui ketujuh pokok pemahaman iman, GPIB menyadari akan siapa dirinya dan apa yang diimani untuk dilakukannya. Kesadaran itu yang membuat GPIB memiliki perspektif utama1 dalam pemahaman imannya, yakni: “Presensia Gereja yang Merayakan Karya Keselamatan Allah Tritunggal dalam Karya Bersama Seluruh Ciptaan”. Presensia adalah kehadiran yang nyata dari gereja yang mempersaksikan kehidupan sesuai dengan kasih dan keadilan Allah.2 Melalui pengertian itu GPIB menyadari bahwa sebagai gereja Yesus Kristus, GPIB harus benar-benar hadir menyatakan kasih dan keadilan Allah di Indonesia yang kaya dengan keanekaragaman dan kaya dengan sumber daya alamnya. Kasih dan keadilan Allah itu adalah dasar karya keselamatan Allah. Keselamatan Allah itu dinikmati bersama sebagai sebuah perayaan yang harus terus dirayakan, baik dalam Liturgi Ritual dan juga Liturgi Aktual. Kata merayakan merupakan kata kerja dari akar kata “raya”. Merayakan dalam konteks ini dilihat dari aras liturgi. 

—--

1 Perspektif Utama adalah sudut pandang utama jikalau dijadikan titik, dapat melihat isi dari ke tujuh pokok Pemahaman Iman GPIB. Perspektif utama di dalam Pemahaman Iman GPIB adalah hasil refleksi atas dialektika Pemahaman Iman yang lama dengan pergumulan GPIB dalam konteksnya saat ini yang menjadi diskursus dalam studi-studi teologi yang telah dilakukan beberapa waktu yang lalu. Ide tentang perspektif utama lahir kala itu pada bulan Juni 2019 di dalam diskusi terhadap naskah Pemahaman Iman di kantor Majelis Sinode. Nara sumber menyampaikan bahwa pemahaman iman atau yang disebut conffessi perlu memperlihatkan dan menampilkan apa yang menjadi “jiwa” dari pemahaman iman itu sendiri. Sebagai contoh, dengan satu kalimat yang menjadi perspektif utamanya, setiap orang dapat memahami ‘jiwa” dari keseluruhan pemahaman iman itu. Dengan demikian, melalui Perspektif Utama, jemaat GPIB terbantu untuk memahami imannya dan dimampukan untuk mengimplemantasikan iman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, di dalam pertemuan tersebut dilakukan pembahasan untuk menggali perspektif utama dari Pemahaman Iman GPIB seperti yang diuraikan di atas. 

2 Presensia adalah kehadiran yang nyata sebagai model yang menyaksikan kehidupan sesuai dengan kasih dan keadilan Allah, sehingga dunia tertarik dan meniru kehidupan seperti itu. 


Artinya, merayakan ialah mengenang dan menghadirkan, atau dalam istilah liturgi bermakna anamnesis. Apa yang dikenang dan dihadirkan ialah keselamatan Allah Tritunggal yang didasari kasih dan keadilan-Nya. Karya keselamatan itu dikenang dihadirkan dan dialami kembali oleh seluruh ciptaan-Nya.   


Gereja sebagai buah tindakan keselamatan Allah, umumnya merayakan keselamatan Allah dalam setiap peribadahan secara ritual sebagai selebrasi. Akan tetapi, perayaan keselamatan itu tidak hanya di dalam ruang ibadah gereja dan berhenti menjadi perayaan ritual. Perayaan keselamatan itu juga harus dilakukan dalam ruang-ruang kehidupan sehari-hari di mana GPIB bergumul dengan konteksnya sebagai liturgi aktual. Liturgi ritual dan liturgi aktual saling terhubung seperti lingkaran yang terus berputar tanpa henti. Liturgi ritual menjadi semacam oasis yang dapat menyegarkan dan memberi arti dan makna hidup yang baru untuk diteruskan dan disalurkan dalam kehidupan aktual. Dengan demikian, gerakan kedua hal tersebut menegaskan bahwa keseluruhan kehidupan adalah ibadah sebagai perayaan keselamatan Allah.  


GPIB menjadi alat Tuhan Allah untuk membawa seluruh ciptaan merasakan karya keselamatan dan merayakan karya keselamatan itu di tengah berbagai konteks kehidupan dan tantangan masa depan, baik dalam situasi pandemi Covid-19, dan di era revolusi teknologi 4.0 menuju masyarakat 5.0. Untuk itulah, agar seluruh ciptaan dapat merayakan karya keselamatan Allah Tritunggal, GPIB diutus untuk menyatakan karya keselamatan itu bersama seluruh ciptaan. Karya itu berarti, GPIB menjadi gereja yang bersahabat dan menyahabati. Sama seperti halnya Yesus yang mengidentifikasikan diri-Nya sebagai Sahabat yang menyahabati, maka GPIB harus menjadikan Yesus sebagai contoh kehidupan bergereja. Bersahabat dengan alam dan lingkungan, menjadi sahabat dengan orang-orang yang berbeda suku, kebudayaan dan keagamaan, menjadi sahabat bagi lintas generasi, menjadi sahabat bagi mereka yang terpinggirkan secara sosial karena disabilitas, penyintas HIV/AIDS, orientasi seksual yang dianggap “berbeda”, itulah yang harus diperbuat oleh GPIB. Di sisi yang lain, GPIB menyatakan karya keselamatan melalui perjuangan bersama dengan mereka yang menjadi korban ketidakadilan, korban kekerasan, dan yang dimiskinkan oleh struktur yang menindas. GPIB turut bergumul dan berjuang di tengah tantangan kebangsaan untuk melawan penjajahan, radikalisme, gerakan intoleran, dan anti Pancasila, sehingga pada gilirannya kehidupan yang harmonis, damai dan sejahtera dapat terwujud dan dirayakan terus menerus sebagai karya keselamatan Allah Tritunggal yang kesempurnaanya akan diwujudkan dalam langit dan bumi baru. 



 

 **************************************************************************************************************


Dokumentasi Hasil Persidangan Sinode XXI 

Buku I : Ketetapan Nomor II dan Nomor V tentang Naskah

Pemahaman Iman dan Naskah Akta Gereja.








Posting Komentar

0 Komentar